Ada kecelakaan lalulintas, mobil pengangkut jenazah nabrak pembatas jalan. Sopir turun memeriksa kondisi mobil. Setelah diperiksa, ternyata kondisi mobil tidak apa-apa. Kemudia supir masuk kedalam mobil untuk memeriksa kondisi penumpang. Begitu diperiksa, ehh... penumpangnya meninggal dunia.

[ Yaa... iyalah, namanya juga mobil pengangkut jenazah. Ter... ah! ]
Mengenang istilah "ter...la...lu...", jadi teringat pengalaman nyetir mobil dijalan raya. Berkendaraan siang hari sekitar jam satu jam duaan, mata terasa berkunang-kunang entah karena terik sinar matahari entah karena kepanasan. Pastinya, melihat warna-warna kendaraan di jalan seperti melihat warna makanan agar-agar saja. Ada yang berwarna merah, hijau, kuning, coklat hmm... semuaya kalau di gigit rasanya pasti enak. Halusinasi di jalan raya membuat gila saja.
Suatu hari di jalan raya. Di belakang ada kendaraan yang sebentar-sebentar membunyikan klakson, "tid...tid...". Sekali duakali biasa, tapi karena terus-terusan jadi pusing juga dech. Dalam hati, "ini orang maunya apasih? sudah tau macet berisik melulu!". Sekalinya nyalip, dia nunjuk jam tangan bututnya sambil berteriak, "telat...!".
Dia terlambat; saya tidak. Dia ingin cepat; saya biasa saja. Beda keinginan kenapa jadi marah-marah?.

[ Kenapa? ] Dia seorang ibu-ibu
[ Ohh... ]
Jadi ingat ketika pertama belajar mengendarai kendaraan di jalan raya, seorang mentor berkata, "butuh toleransi sesama pengendara bila mengendarai kendaraan di jalan raya".
Setiap pengendara kendaraan pasti mempunyai keinginan untuk selamat di jalan dan bisa cepat sampai di tempat tujuan. Terkadang keinginan tersebut tidak terwujud karena, prilaku egois dirinya atau prilaku egois pengendara lain. Adanya aturan dan rambu-rambu lalulintas memang sesuatu yang penting tetapi, prilaku kita sebagai pengendara kendaraan di jalan raya jauh lebih penting.