"Puss Cheshire", ia (Alice) memulai...
"maukah kau mengatakan kemana sebaiknya aku pergi dari sini?"
"itu tergantung kemana engkau ingin tiba", jawab si kucing.
~ Lewis Carroll ~
"maukah kau mengatakan kemana sebaiknya aku pergi dari sini?"
"itu tergantung kemana engkau ingin tiba", jawab si kucing.
~ Lewis Carroll ~
Pernah digoda dan akhirnya tergoda oleh rayuan setan yang terkutuk?. Seandainya pernah, berapa kali dan apa saja?. Bingung menjawabnya yah... sesuatu yang perlu direnungkan dan di jabarkan dalam bentuk introspeksi diri.
Introspeksi diri hakekatnya adalah sebuah koreksi. Koreksi dari sebuah perjalanan. Perjalanan menuju tujuan hidup (bahagia di dunia dan bahagia di akhirat). Dalam perjalanan menuju tujuan hidup, setan datang menggoda. Akibatnya, perjalanan menuju tujuan hidup berubah arah dari seharusnya. Untuk mengembalikan perubahan arah ke arah semula, di lakukanlah tindakan koreksi.
Sekarang adalah bulan ramadhan. Introspeksi diri di bulan ramadhan adalah saat yang tepat. Bulan ramadhan biasa dijadikan sebagai sarana introspeksi untuk mengembalikan fitrah manusia kembali kepada Islam sebagai agama sekaligus Ideologi dari sebuah sistem kehidupan.
Introspeksi tentunya melibatkan peristiwa yang terjadi di masa lalu atau pengalaman masa lalu. Bicara pengalaman masa lalu, tentu ada pengalaman baik dan ada juga pengalaman buruk. Meminjam istilah seorang guru, "pertahankan yang baik dan jual yang buruk ehh... maksudnya, perbaiki yang buruk" (maaf salah, malas menghapus).

[ Pengalaman buruk ko' di jual.] Dari pada di buang, rugi!.
Pengalaman buruk itu, tidak nyaman dan tidak enak di hati. Pengalaman buruk biasanya ingin dibuang jauh-jauh dan berharap pengalaman buruk tersebut tidak pernah ingat atau lupa sama sekali.
Ketika bahagia di dunia dan akhirat dijadikan sebagai bahan pembahasan, hal terpenting dari pengalaman buruk atau pun pengalaman baik adalah bagai mana kita menyikapi pengalaman tersebut. Pengalaman buruk jika disikapi dengan cara yang baik, tentu hasilnya akan baik-baik saja. Sementara, pengalaman baik jika disikapi dengan cara yang buruk tentu hasilnya tidak baik. Pernah mendengar istilah "sombong" untuk orang-orang yang sukses atau "cap jahe" bagi orang orang yang banyak harta, suatu istilah yang tidak membahagiakan tentunya.
Berandai-andai anda pernah kejedot pintu dan menangis karena sakit. Anda melakukan tindakan membakar pintu, sebagai sikap tidak senang terhadap pintu atau dengan dalih ingin ada teman senasib anda menjadi propokator, sehingga ramai-ramai orang pada ikut-ikutan kejedot pintu. Sesuatu sikap yang tidak baik dan sudah seharusnya dikoreksi, bukankah begitu?. Jadi, seting ulang sikap menjadi lebih baik dan berikutnya... restart saja lahh...

[ Wahh...tidak jelas.] memangnya kenapa?
[ Tidak jelas itu... sumber dari keragu-raguan.] ohh...
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, sikap orang menghadapi hal buruk terbagi menjadi empat level:
Level 1 : Marah (tidak di sarankan)Level 2 : Sabar
Level 3 : Ridha
Level 4 : Bersyukur
Pengalaman menghadapi hal buruk, biasanya berkutat di antara level 1 dan level 2 saja. Sekalinya naik level 3, hal buruk terjadi pada saat kaki terinjak perempuan cantik. Kalau sekedar urusan kaki terinjak perempuan cantik mah... ridha saja... heuhehuheu.
Aduhh... perempuan cantik. Sekalinya dia pergi dan tidak untuk kembali, level langsung turun dari 3 ke 2.
Sabar itu memang seperti namanya
Pahit kalau baru dirasa
Tapi buahnya yang ditunggu-tunggu
Jauh lebih manis dari pada madu
~ Duka Saha ~
Pahit kalau baru dirasa
Tapi buahnya yang ditunggu-tunggu
Jauh lebih manis dari pada madu
~ Duka Saha ~