Selasa, 01 November 2011

Mari Menyanyi

Pernah mengalami mimpi buruk?, semisal mimpi dikejar-kejar anjing. Wahh... jangan sampai deh. Mimpi buruk itu selalu bikin repot saja. Mimpi buruk selalu membuat kita terjaga dari tidur dan ketika ada niatan untuk tidur kembali ehh... malah jadi susah.
Sehabis mimpi buruk, bawaannya melek melulu. Sekedar iseng-iseng saja, jam dinding di-lirik. Ihh..ternyata baru jam tiga sore. Waduhh.. gimana nihh...

[ Heuhh... dikira teh, jam tiga pagi. ] Jam tiga sore.. bro
[ Gaya euy tidur siang. ] Iyah, cape!!.
[ Kenapa cape? ] Kan, dikejar-kejar anjing. Heuheu...


Menerawang balik masa lalu, jamannya sekolah dahulu.

Ceritanya ada seorang ibu guru mata pelajaran kesenian, beliau memberi tugas menyanyi kepada murid-muridnya dan salah satu diantara muridnya yahh.. tentunya saya dong.
Menyanyi, sebenarnya bukan tugas yang menyulitkan. Tapi, prakteknya itu tuh hmm... susah!!. Persisnya, susah untuk di bayangkan. Bukannya apa-apa, ketika saya coba menyanyikan sebuah lagu ehh... tiba-tiba saja ada orang lain datang lalu menyela, "sst.... sudah-sudah jangan di teruskan, nanti piring pecah!!". Gara-gara nyanyi, piring dibawa-bawa ahh.. sungguh merepotkan saja.
Meski pun menyanyi bukan tugas sulit, sepertinya khusus untuk 'orang-orang tertentu' butuh kekuatan hati untuk melakukannya. Dan sepertinya, penonton juga butuh kekuatan hati untuk sudi mendegarkan 'orang-orang tertentu' menyanyi.

Tidak terasa, waktu satu minggu sudah berlalu sejak tugas menyanyi diumumkan. Dan tidak terasa juga ada rasa dag-dig-dug muncul di dalam hati, datang bersamaan dengan masuknya ibu guru ke dalam kelas. Hanya sekedar untuk menghilangkan rasa dag-dig-dug, coba-coba untuk tersenyum dulu ahh... sebuah senyuman palsu tentunya. Tapi sayang, rasa dag-dig-dug itu masih saja ada bahkan sangat berasa sekali.
Dug.. gedug, dug.. gedug, dug.. gedug,  majuu.. jalan!!. Halahh...

Acara menyanyi di depan kelas sudah berlangsung beberapa waktu yang lalu dan sebagian dari teman-teman sudah selesai melaksanakan tugas tersebut. Sementara rasa dag-dig-dug di dalam hati, wahh.. makin menjadi-jadi saja. Dan parahnya lagi, selain rasa dag-dig-dug ternyata muncul pula rasa lainnya. Rasa tersebut adalah rasa ragu-ragu antara siap dan tidak siap untuk tampil menyanyi di depan kelas.
Yahh.. dibilang siap, waktu satu minggu sebetulnya lebih dari cukup untuk intensif berlatih menyanyi baik di rumah maupun di jalan raya. Yahh.. betul sekali, di jalan raya berteriak-teriak do-re-mi sambil memainkan pedal gas sepeda motor. Tidak sedikit mobil angkot kena salip karena alasan menghambat proses pembelajaran do-re-mi. Bahkan tidak jarang kendara yang ada di depan kena uber hingga akhirnya dikejar hanya sekedar untuk memicu semangat proses pembelajaran do-re-mi.
Sementara dibilang tidak siap, mental ini rasa-rasanya jadi grogi saja gara-gara rasa dag-dig-dug di dalam hati.
Huhh.. pokoknya, siap tidak siap nekad saja lahh...

Sedang asik-asiknya merenungi nasib diri, tiba-tiba terdengar suara ibu guru memanggil nama seseorang. Hmm.. rasa-rasanya saya kenal orang itu. Ohh.. iyah, itu kan nama saya. Aduhh.. saking asiknya merenungi nasib diri, jadi lupa nama sendiri.
Berdiri mencampakkan kursi kemudian pergi ke depan kelas. Sampai di depan kelas, ibu guru pun menyambut dengan sebuah pertanyaan, "bagaimana... sudah siap?". Mendapatkan pertanyaan seperti itu, saya cuma tersenyum saja. Tersenyum bukan maksud iseng menggoda ibu guru tapi, merasa tidak tahan dengan pertanyaan beliau itu tuh.. "sudah siap?". Haduehh...
Merasa pertanyaannya di acuhkan atau karena tidak tertarik dengan senyuman yang saya tawarkan, ibu guru pun berkata lagi, "Kalau sudah siap, yahh.. silahkan di mulai".

Di awali dengan sebuah tarikan napas yang sangat panjang sekali kemudian hahh.. tugas menyanyi pun siap dilaksanakan. Dan di detik-detik berikutnya, saya mulai menyanyikan sebuah lagu. Yahh.. menyanyi coy..!!, melantunkan untaian kata-kata indah dari sebuah syair lagu. Dengan di iringi detik-detik waktu yang terus melaju, saya pun tetap asik menyanyikan sebuah lagu. Rasa-rasanya bukan suatu hal yang berlebih, ketika berharap teman-teman di dalam kelas jadi terhibur oleh lagu bagus yang saya bawakan.
Sampai pada akhirnya... sekitar durasi tiga menit saja, kalimat terakhir dari syair lagu selesai di lantunkan dan tugas menyanyi pun selesai di kerjakan. Yeahh.. tank youu.. tank you very much, tukang tahu jualan tomat. Heuheu.. senangnya.

[ Wahh.. sukses dong,  tugas nyanyinya. ] Ahh.. tidak juga.
[ Memangnya kenapa? ] Entah lahh...
[ Ada masalah? ] Yah!!.


Selesai menyanyi, sekilas saya perhatikan mimik muka teman-teman. Hmm.. rasa-rasanya ada masalah. Secara teori, wajah kagum atau mungkin juga wajah histeris akan terpancar ketika penonton melihat seorang penyanyi melantunkan sebuah lagu. Sementara apa yang saya lihat, wajah cengengesan yang tidak tahan menahan tawa. Haduhh.. duh, teori dan kenyataan beda jauh.

Sementara di depan kelas, ibu guru tidak mengucapkan sepatah kata pun. Beliau hanya senyum-senyum saja kemudian menganggukkan kepalanya dan itu pun cuma sekali. Selebihnya, ibu guru cuma mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke satu arah sebagai isyarat kepada saya untuk kembali ke tempat asal.
Ibu guru memang tidak berkomentar apa-apa terlebih tepuk tangan, beliau cuma tersenyum dan berpantomim saja.

Berjalan gontai pulang dari depan kelas, menuju kursi yang setia menunggu majikannya pulang. Tidak terlihat mimik muka kursi yang cengengesan atau pun marah-marah, karena sebelumnya di campakkan pergi. Ehh.. ngomong-ngomong, kursi punya muka apa tidak sih?. Saya ko' tidak tahu tampang mukanya kursi seperti apa.
Haduhh... menyanyi di depan kelas itu... seperti mimpi buruk saja. Di awal-awal sibuk, akhirnya bengong. Kiceup-kiceup, laleur ngalangkung.. capluk!!.


--ooOoo--


"Dare datte shippai wa suru nda, hazukashii koto janai. Kono kizu o muda ni shinai de.
Waratte arukereba ii. ...Kanashimi mo kaze ni kaete, tsuyoku susunde ikereba ii."
~ Alive by Raiko ~


.

Akibat Musik

Ber-war-na, hmm..saya suka kata ini. Menurut saya, berwarna identik dengan kebebasan. Tapi tidak jika di balik, kebebasan tidak identik dengan berwarna. Yahh.. ini hanya imajinasi saya saja, iseng-iseng menggambarkan sebuah kata.
Ini pandangan saya, musik adalah gabungan antara berwarna dan kebebasan. Sekali lagi, ini hanya imajinasi saya saja. Benar atau salah bukan suatu hal penting.

Bicara musik, saya sebetulnya tidak tahu banyak hal tentang musik dan bukan juga seorang seniman musik. Laluu.., siapakah saya?. Hehe.. perkenalkan!!, saya adalah satu diantara sekian banyak korban musik. Gara-gara musik, saya jadi seorang pecandu lagu.
Sebagai seorang pecandu lagu, saya mengenal banyak warna musik seperti warna musik tradisional, klasik, pop, rock, jazz, blues dan seterusnya. Dan sebagai seorang pecandu lagu, saya sering mendengar gosip yang mengatakan bahwa spirit musik itu adalah kebebasan. Dan oleh karena spirit musik adalah kebebasan maka, postingan kali ini saya akan mencoba membahas apa itu musik.

[ Lohh... ko' bisa begitu!! ] Ada masalah?
[ Yahh... jelas dong.] Masalahnya apa?
[ Tidak tahu banyak musik, bicara musik.] Ahh.. so what gitu loh


Konon katanya, musik mempunyai definisi yang beragam. Faktor budaya, sejarah, tempat dan juga selera individu adalah alasan kenapa musik memiliki definisi beragam. Dengan kata lain, saya atau anda atau siapa pun sah-sah saja menyatakan pendapat tentang musik. Semisal, saya bertanya kepada seorang buruh tani, "mang.. menurut ente musik itu apa?". Katanya buruh tani, "musik itu, hmm.. goyang den. Musik kalau tidak goyang, tidak asik". Lain pendapat ketika saya bertanya kepada seorang yang sudah berumur tua, "maaf bah.. mengganggu sebentar. Mau tanya eeu.. menurut abah, musik itu apa?". Jawaban si abah, "musik itu sesuatu yang merdu dan syahdu, tidak gombrang-gambreng seperti model sekarang".
Nahh.. itu tadi pendapat dari salah seorang buruh tani dan seorang abah yang berusia tua. Sekarang, menurut anda musik itu apa?. (jawab dalam hati saja)

Prinsipnya, kita memang mempunyai kebebasan menyatakan pendapat tentang musik. Persoalanya, apakah ada atau tidak yang peduli dengan pendapat kita. Sekarang dan di kesempatan kali ini, saya lebih suka untuk memperhatikan pendapat seorang Aristoteles dari pada pendapat seorang buruh tani atau seorang abah yang berusia tua atau mungkin juga pendapat anda. Yahh.. setidaknya tidak sekarang, mungkin di lain waktu saja.
Menurut Aristoteles, musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme.

Mendamaikan Hati yang Gundah

Mendamaikan hati, hmm.. apa mungkin hati sedang berperang, sehingga perlu di damaikan. Ahh.. bukan, bukan karena perang. Saya pikir ini karena perselisihan saja, perselisihan antara 'keinginan hati' dengan 'kenyataan yang terjadi' sehingga hati berkecamuk, bergejolak, rusuh atau apa pun lahh.. yang jelas hati sedang tidak tenteram.

Sementara bicara hati yang gundah, saya rasa ini adalah urusan cinta. Namun, apakah hati gundah selalu karena cinta?, eeu.. saya kira tidak juga. Ada banyak hal kenapa hati jadi gundah, mulai dari sesuatu hal yang bisa dianggap wajar sampai dengan tidak wajar. Wajar-wajar saja ketika seseorang naik pesawat terbang lalu hatinya jadi gundah dengan alasan cemas karena takut jatuh. Yahh.. namanya juga manusia, karena rasa takut hati jadi gundah. Dan dikategorikan tidak wajar, hmm.. kira-kira apa yahh..?. Apa mungkin gara-gara tetangga beli mobil baru?, kemudian hati jadi gundah, sampai-sampai tidak bisa tidur dengan alasan panas hati. Heuheu.. ada-ada saja yahh...

Dengan kata lain, pernyataan musik mendamaikan hati yang gundah sepertinya memiliki makna khusus yahh.. khusus, hanya untuk ha-hal tertentu saja yang dirasa cocok.
Disaat hati gundah karena kasmaran, sepertinya cocok sekali musik di jadikan sarana untuk mendamaikan hati. Namun, ketika hati yang gundah karena alasan takut harus berhadapan dengan seekor atau lebih anjing galak wahh.. musik tidak mungkin di jadikan sarana mendamaikan hati, sangat tidak cocok sekali. Tidak.. tidak mecing!!

Terapi Rekreatif

Terus terang lahh.. saya mah tidak tahu terlebih paham dengan istilah kata 'rekreatif'. Jadi maaf saja, dengan gaya sok' tau saya katakan, "jika anda merasa jenuh karena alasan rutinitas atau pikiran beku alasan buntu cari ide, coba dehh.. dengarkan musik atau bermain musik. Karena musik bisa menghibur anda di kala rasa jenuh melanda dan siapa tahu, pikiran beku yang anda derita bisa mencair.. insya Allah".
Kata-katanya mirip iklan obat saja yahh...

Menumbuhkan Jiwa Patriotisme

Sepertinya untuk peryataan ini, saya tidak perlu banyak berkomentar. Saya yakin anda sudah pada tahu makna dari pernyataan ini. Terlebih bagi anda yang pernah datang langsung ke Gelora Bung Karno untuk menyaksikan kesebelasan sepak bola nasional Indonesia bertanding. Tentunya, ketika mendengar nyanyian.....
Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku. Ku yakin.. anda pasti tahu kelanjutan lagu ini, termasuk bagai mana rasanya semangat patriotisme berkobar-kobar di dalam dada.

Begitulah kira-kira pemahaman saya mengenai pandangan Aristoteles tentang musik dan sekali lagi, benar atau salah bukan suatu hal penting.

Sebagai seorang pecandu lagu, umumnya saya menyikapi musik sebagai sarana untuk menghibur diri dan kadang-kadang berfantasi juga. Ikut-ikutan bermain musik seolah-olah jadi seorang musisi merangkap vokalis.
Selebihnya yahh.. paling-paling menghilangkan rasa jenuh atau menghilangkan rasa suntuk ketika harus mengerjakan tugas postingan.

Sebagai seorang pecandu lagu, kadang-kadang saya merasakan ada yang aneh dengan musik. Ketika hati sedang gundah karena alasan kabengbat oleh perempuan, musik ternyata lebih bisa di nikmati dari pada disaat hati sedang normal.
Atau... mungkin kebalikannya, bukannya musik yang aneh melainkan saya yang aneh karena kabengbat oleh perempuan. Ahh.. entahlah.


--ooOoo--


Sejujurnya, tidak pernah ada niat sedikit pun untuk membuat repot hati perempuan atau membuat hatinya jadi tidak tenteram. Seandainya kenyataannya memang seperti itu yahh.. mungkin, karena saya tidak pandai merayu.
Hmm.. kumaha atuh...



tell me what you see

.