Jumat, 25 Maret 2011

JALAN BELAKANG

Banyak hal menarik di sekeliling kita, menarik dalam pengertian seuatu yang indah, aneh atau bisa juga sesuatu yang lucu. Hal menarik tersebut sering kali dilupakan begitu saja, mungkin karena sibuk dengan urusan sehari-hari, sudah terbiasa atau memang tidak peduli.

Mengendarai sepeda motor siang hari di kota Bandung, tak disangka-sangka hujan turun. Dari pada basah kuyup karena hujan, segera menepi di pinggir jalan dan bergegas mencari tempat berteduh. Setelah menunggu beberapa lama, hujan mulai reda. Untuk memastikan hujan sudah reda atau belum ku lihat langit, eh... dilangit ada pelangi.
Ada perasaan takut untuk melihat dan mengagumi warna-warni pelangi di pinggir jalan, takut di tanya orang lain; 'baru lihat pelangi yah...?'. Sebetulnya jarang-jarang lihat pelangi, tapi karena takut malu akhirnya keindahan warna-warni pelangi dicuekin saja.

[ Kehujanan di mana kang? ] di jalan Pungkur
[ Memangnya dari mana? ] dari dalem kaum, beli DVD Naruto
[ Oh... Naruto yah, bukan yang lain? ] Bukan...!!!


Jalan Pungkur adalah salah satu nama jalan yang ada di kota Bandung. Kalau dipikir-pikir, nama jalan pungkur termasuk nama jalan yang aneh. Pungkur (bahasa sunda) kalau diterjemahkan kedalam bahasa indonesia artinya belakang. Mengunakan istilah jalan belakang memang tidak aneh, tapi jadi aneh ketika istilah jalan belakang di gunakan sebagai nama jalan.
Kenyataanya, penamaan jalan pungkur memang di dasarkan atas prilaku sosial atau anggapan kolektif masyarakat tentang situasi dan kondisi jalan. Dengan berpatokan pada gedung pendopo, jalan protokol yang letaknya berada di belakang pendopo adalah jalan Pungkur.




Kota Bandung terus berkembang (berubah), termasuk jumlah jalan protokol yang ada. Dulunya pendopo bandung adalah pendopo kabupaten dan yang pasti, penamaan jalan Pungkur ditetapkan pada jaman dulu (catatan: gambar peta diatas, bukan peta jaman dulu).
Saya curiga sama supir, yang mengunakan dan mempopulerkan istilah jalan Pungkur. Pungkur termasuk kata halus untuk menyatakan belakang. Terbayang supir dan majikan ngobrol :
■ Supir : 'Bade ngalangkung jalan payun, atanapi jalan pungkur?'.
■ Majikan : 'Jalan tukang euy!'.
■ Supir : 'asik'.

[ Sepertinya dulu Jl Pungkur termasuk jalan paporit ] bisa jadi
[ Tau kenapa? ] hm..., mungkin bisa tembus Jl Ciateul
[ Memang di Jl Ciateul ada apa? ] ada BTSC
[ Apaan tuh? ] Bandung Trade Sex Center

Sebelum di ganti, nama jalan Ibu Inggit Garnasih dulunya adalah jalan Ciateul. Sama seperti jalan Pungkur, penamaan jalan Ciateul di dasarkan pada anggapan kolektif masyarakat tentang keberadaan situasi dan kondisi jalan. Setidaknya ada dua persi berkaitan dengan penamaan jalan Ciateul :
Persi pertama
Ciateul kurang lebih artinya air gatal atau air yang menyebabkan gatal-gatal. Dulu kalau turun hujan, jalan ini sering banjir. Karena air banjirnya kotor, bila kena kulit akan terasa gatal-gatal.
Persi kedua
Sebelum lokalisasi Saritem dibuka (jaman dulu), para wanita penjaja cinta kerap mangkal di jalan ini. Karena sering digunakan sebagai tempat untuk urusan 'nu ararateul' atau syahdan, maka masyarakat mengistilahkan jalan ini sebagai jalan Ciateul.

[ Sekarang, Saritem sudah ditutup ] kabarnya memang begitu
[ Apa mungkin Jl Saritem namanya diganti? ] duka
[ Seandainya di ganti, kira-kira namanya apa? ] Jalan Cisaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar